Jakarta – Mantan Kepala Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo segera menjalani sidang etik. Sidang terkait menerima suap dan membuka informasi Interpol dalam kasus Djoko Soegiarto Tjandra.
“(Polri) sedang mempersiapkan perangkat sidang,” kata Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo di Auditorium STIK-PTIK, Jakarta Selatan, Rabu, 5 Mei 2021.
Sambo menyebut ketua komisi dan anggota sidang tengah disiapkan. Pihaknya tengah mengajukan hal itu pada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Setiap anggota Polri yang melakukan tindak pidana pasti kita lanjut ke sidang etik,” tegas jenderal bintang dua itu.
Sebelumnya, Mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo tak banding atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Dia divonis 3,5 tahun penjara.
Prasetijo terbukti menerima suap dari Djoko Soegiarto Tjandra senilai US$100 ribu. Namun, dia hanya mengakui menerima US$20 ribu. Uang diberikan melalui pengusaha Tommy Sumardi.
Prasetijo dalam perkara ini berperan sebagai penghubung antara Tommy dan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte. Napoleon juga berstatus terdakwa dalam perkara ini.
Suap diberikan agar nama Djoko Tjandra terkait red notice dihapus dari daftar pencarian orang (DPO) yang dicatat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Caranya, dengan memerintahkan penerbitan sejumlah surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi.
Surat-surat tersebut diberikan kepada pihak imigrasi untuk menghapus DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra dari Enhanced Cekal System (ECS) pada sistem informasi keimigrasian (SIMKIM) Ditjen Imigrasi. Prasetijo dianggap telah membiarkan Djoko Tjandra masuk ke Indonesia yang mestinya ditangkap Polri.
Prasetijo juga telah menyalahi jabatannya karena menerima suap. Dia juga membuka informasi Interpol yang seharusnya dirahasiakan.
Prasetijo melanggar Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
sumber : medcom.id