Penggeledahan pertama dilakukan di rumah Mohammad Riza Chalid yang terletak di Jalan Jenggala, Kebayoran Baru, pada Selasa (25/2). Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa rumah tersebut diduga digunakan sebagai kantor dan dalam penggeledahan tersebut, penyidik menemukan sejumlah dokumen penting.
“Di rumah tersebut, penyidik menemukan 34 ordner yang berisi berbagai dokumen yang terkait dengan korporasi atau perusahaan yang berhubungan dengan kegiatan impor minyak mentah dan termasuk pengangkutan atau shipping-nya,” ujar Harli dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (26/2).
Selain itu, penyidik juga menemukan 89 bundel dokumen yang kini sedang dipelajari lebih lanjut terkait dugaan tindak pidana korupsi ini. Dalam penggeledahan tersebut, Kejagung juga menyita uang tunai senilai Rp833 juta dalam bentuk rupiah dan 1.500 USD, serta dua unit CPU komputer.
Pada hari yang sama, Kejagung juga menggeledah Plaza Asia, yang menghasilkan penyitaan empat kardus berisi surat-surat atau dokumen yang terkait dengan kasus ini.
“Dokumen-dokumen ini kini sedang dikaji untuk melihat apakah ada informasi yang mengarah pada aktivitas korupsi yang berkaitan dengan impor dan aktivitas lainnya,” kata Harli.
Terkait kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka, terdiri dari empat pegawai PT Pertamina dan tiga pihak swasta. Mereka antara lain Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS sebagai Direktur Feed Stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF sebagai Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, dan AP selaku VP Feed Stock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Selain itu, MKAN yang merupakan Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, serta YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Mera, juga turut terlibat sebagai tersangka.
Kejagung mengungkapkan bahwa kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus ini diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun. Kerugian tersebut terdiri dari sekitar Rp35 triliun akibat ekspor minyak mentah dalam negeri, Rp2,7 triliun akibat impor minyak mentah melalui DMUT/Broker, Rp9 triliun akibat impor BBM melalui DMUT/Broker, serta kerugian lain yang disebabkan oleh pemberian kompensasi dan subsidi pada tahun 2023 yang masing-masing mencapai Rp126 triliun dan Rp21 triliun.